Kesulitan itu ibarat seorang bayi. Hanya bisa berkembang dengan cara merawatnya (Douglas Jerrold)
Kesulitan. Iya itulah yang sekarang dirasakan oleh persepakbolaan Tanah Air kita. Terbenam sangat dalam pada sebuah jurang. Seakan tak bisa selamat, yang lucunya karena semua berebut untuk menyelamatkannya. Mulai dari internal PSSI nya sendiri, kemudian terbentuknya KPSI, ditengahi oleh AFC dan juga FIFA, kemudian sekarang sedikit demi sedikit Pemerintah mulai menunjukkan kekuasaannya pada organisasi sepakbola itu. Mulai dari KONI, KOI, BOPI, hingga Menpora, baik yang lama maupun yang baru, sekarang berjuang untuk mengatasi hal ini.
Sudah hampir 2 tahun olahraga paling populer di Negeri ini tenggelam dalam konflik yang tak pernah usai. 1 cabang olahraga, 2 organisasi, 2 liga, dan yang pasti 2 tim nasional. Masalah terakhir adalah yang paling rumit dan paling runyam. Tim Nasional (semestinya) tidak akan pernah ada 2, cuma ada 1, yaitu milik Rakyat Republik Indonesia. Bukan milik PSSI ala Prof.Djohar Arifin, bukan milik KPSI made in La nyalla, bahkan milik Pemerintah sekalipun, tetapi tim ini tetap harus diperhatikan oleh Pemerintah.
Rakyat, dalam hal ini adalah pecinta sepakbola, sudah sangat bosan dan lelah dengan apa yg terjadi. Baik PSSI dan KPSI, hanya mengutamakan kepentingan kelompok masing2 saja. Bila masalah ini diruntut dari awal, utamanya tentang tim nasional, sungguh sangat rumit persoalannya. Pertamanya, PSSI dengan angkuhnya berkata bahwa pemain dari KPSI dilarang masuk ke timnas. Padahal jelas, pemain yg sarat pengalaman lebih banyak berada di pihak KPSI, dan hasilnya ? Kita mecatat rekor kekalahan terbesar sejak timnas berdiri, yaitu 0-10 dari tuan rumah Bahrain. Dan serentetan hasil buruk pun mengikuti, hingga akhirnya para petinggi PSSI melunak dan bersedia memanggil pemain dari KPSI. Tapi, inipun memicu persoalan kembali. Klub yg dihuni pemain tersebut tak bersedia melepas sang pemain. Pemain menjadi korban.Mereka diantara "Nasionalisme dan Profesionalisme". Diantara mentaati kontrak klub yg menghidupi mereka, dan juga membela Negara yg sudah melahirkan dan membesarkannya. Tapi, bagaimana klub mau melepasnya, jika ternyata, pada kenyataannya, PSSI hanya mengakui pemain, dan tidak mengakui klub dimana mereka bernaung, seperti yg diungkapkan oleh seorang Bambang Pamungkas. Klub2 ISL jelas bersikap keras dan tegas terhadap sikap PSSI yg seperti itu.
Sudah saatnya Pemerintah turun tangan lebih jauh lagi. Meski sebenarnya dilarang oleh FIFA, PSSI tetaplah dalam naungan Pemerintah, dan Pemerintah berhak melakukan apapun pada PSSI. Contohlah Brunei Darussalam. Ketika sepakbola mereka berada dalam konflik, Pemerintah mereka campur tangan untuk menyelesaikannya. Dihukum FIFA pastinya. Namun kemudian mereka berhasil membangun sepakbola yg baru dan yg pasti lebih baik dr sebelumnya. Tapi, disini Pemerintah harus bersikap hati2 dan tidak naif. Jangan sampai yg dibubarkan adalah PSSI, karena mereka adalah organisasi yg resmi. Pemerintah harus membubarkan KPSI, kemudian mengganti semua pengurus PSSI yang telah terbukti gagal membangun dan menyatukan persepakbolaan kita. Dengan ditunjuknya Menpora yg baru, harapan itu pun sangat dibebankan padanya, dan rakyat sebagai pecinta sepakbola sangat menanti apa yg akan dilakukan olehnya.
Semoga semua akan berjalan dengan lancar, ibarat sebuah drama, konflik para tokoh bakal selesai dengan sebuah antikonflik, yg bakal diakhiri dengan kesimpulan/ending, dan ending tersebutlah yg kita harapkan akan menjadi akhir yg bagus dr semua yg terjadi selama ini.
Terakhir, semua bakal bisa berubah jika semuanya ingin berubah. Kita butuh seorang revolusioner yg bisa membuat perubahan itu. Jangan pernah membenci sepakbola kita sendiri, apalagi timnas, mereka semua butuh dukungan dan doa kita :)
Selesai.
HomeSampai kapan, Indonesia ?

0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !